Renungan Hari Jumat 29 Maret 2024
Renungan Hari Jumat 29 Maret 2024
Bapak, Ibu dan Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, Pada Renungan Harian Jumat 29 Maret 2024. Dalam Passio Kisah Sengsara Yohanes 18:1-9:42 Yesus dijatuhi hukuman mati, menanggung sengsara dan Wafat di kayu salib.
Menurut orang-orang Yahudi maupun Romawi, hukuman mati disalib merupakan hukuman yang paling keji sehingga hanya diperuntukkan bagi mereka yang betul-betul jahat dan sangat besar kesalahannya. Apakah Yesus yang dihukum mati disalib berarti seorang penjahat?
Kisah sengsara Yesus berawal dengan penyerahan diri-Nya kepada lawan-lawan-Nya, namun Ia tampil sebagai tokoh yang penuh wibawa dan kuasa. Ia pun dihadapkan kepada pemimpin agama Yahudi, Imam Besar Hanas, dan di situ Petrus menyangkalnya sampai tiga kali.
Lalu Ia dihadapkan kepada pemimpin sipil Romawi, Pilatus. Akhirnya, Ia dijatuhi hukuman mati, disalibkan di antara dua penjahat, di salib-Nya tertulis INRI (Iesus Nazarenus, Rex Iudaeorum “Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi”), pakaian-Nya diundi, ibu-Nya hadir, lalu Ia wafat, dan lambung-Nya ditombak.
Kisah ditutup dengan pemakaman-Nya. Kematian Yesus disalib merupakan fakta historis, namun peristiwa itu telah menjadi peninggian dan pemuliaan-Nya. Artinya, dari Yesus yang mati disalib itu telah terpancar daya penyelamatan Allah yang serentak daya penyelamatan-Nya sendiri.
Pengartian tentang kematian disalib ini berbeda dengan gagasan yang terdapat dalam Injil Sinoptik, yaitu sebagai penebusan atau kurban silih atas dosa-dosa manusia.
Karena itu, dalam kisah sengsara dan kematian-Nya Yesus ditampilkan sebagai tokoh yang melebihi manusia, bahkan ilahi dan mengemudikan seluruh kejadian. Dengan demikian Kebenaran, yaitu realitas Allah yang menyelamatkan, menjadi nyata dalam pribadi Yesus Kristus.
Untuk memperoleh kemuliaan-Nya Yesus harus menjalani jalan salib. Karena itu sebagai pengikut Kristus sudah seharusnya kita tidak gampang mengeluh dan putus asa dalam menanggung beban penderitaan. Yesus telah menunjukkan dan menjanjikan mahkota kemuliaan bagi yang setia mengikuti jalan salib-Nya.
Perayaan Jumat Agung mengingatkan kita akan pengorbanan Yesus Kristus untuk menyelamatkan umat manusia. Kesetiaan Yesus kepada kehendak Bapa rupanya membawa konsekuensi tragis, yakni penderitaan penyaliban.
Mengutip buku Gegara Pandemik: Terhimpit untuk Melejit susunan Benny D. Setianto (2020), fakta salib adalah kehancuran, pengkhianatan, pengabaian, dan penolakan. Dalam kesengsaraannya, Yesus menyerukan “Eli, Eli, lama sabacthani!” yang berarti “Allah, ya Allahku, mengapa kau tinggalkan aku?”
Seruan tersebut tidak disembunyikan dan dihapus meski diteriakkan oleh Yesus dalam kehancuran dan penderitaan-Nya di kayu salib. Mengapa demikian?
Sebab, Yesus melakukan-Nya demi keselamatan umat manusia yang tidak akan pernah bisa lepas dari masalah, penderitaan, dan kehancuran. Semua itu terjadi demi kita, demi kasih Allah, dan untuk melayani kita.
Dia melakukannya untuk meneguhkan pengharapan kita, di saat kita pun merasa ditinggalkan oleh Allah. Bahkan ketika sedang mengalami berbagai macam penderitaan, kehancuran, dan kematian yang tak lagi sanggup kita tanggung.
Seruan tersebut mengajarkan kita untuk tetap berpengharapan. Seruan Yesus bukanlah jeritan doa keputusasaan, atau ketidakpercayaan akan kehadiran Allah dalam penderitaan, kehancuran, dan kematian.
Sebaliknya, jeritan doa itu menjadi jeritan pengharapan, pembelajaran, bahkan peneguhan terhadap kita di saat harus mengalami kesulitan, kehancuran, kengerian hidup, dan kematian yang sama.
Maknanya, ketika kita menghadapi jalan buntu, saat berada dalam kegelapan tanpa cahaya dan seolah-olah tidak ada jalan keluar, maka kita harus tetap mengingat, tetap berharap, dan percaya bahwa Allah tidak meninggalkan kita sendirian.
Doa Penutup
Ya Allah, terima kasih untuk kasih-Mu yang begitu besar bagi kami, sehingga Engkau telah memberikan Putera-Mu Yang Tunggal, Yesus Kristus untuk kami.
Yesus, terima kasih atas pengorbanan-Mu di kayu salib, Engkau rela disiksa, dihina, direndahkan, dan mati di kayu salib.
Hukuman yang seharusnya kami tanggung telah ditebus oleh-Mu. Semuanya Engkau lakukan bagi kami, untuk menebus dosa-dosa kami, agar kami diselamatkan.
Roh Kudus, terima kasih Engkau senantiasa menyertai kami, menasihati dan menghibur kami, menegor kami dan memperingati kami.
Sungguh kasih-Mu lebih dalam dari lautan, lebih tinggi dari langit biru, dan tiada pernah berkesudahan.
Kasih setia-Mu yang tiada putusnya dalam kehidupan kami, yang selalu menyapa kami setiap pagi, dengan rahmat-Mu yang senantiasa baru setiap hari.
Kau selalu membuat kami tersenyum dan menangis haru; tenggelam dalam kedalaman kasih-Mu yang tiada pernah berhenti mengalir dihidup kami.
Tuhan, berbicaralah kepada kami hari ini, berbicaralah kepada kami setiap hari. Jadikan kami sahabat-Mu. Jadikan kami kekasih-Mu.
Tuhan, terima kasih karena Kau sudah menerima kami, bahkan sebelum dunia dijadikan Engkau sudah memilih kami.
Terima kasih karena Kau sudah mengampuni dosa-dosa kami, sehingga kami dilayakan untuk menghadap takhta kasih karunia.
Terima kasih karena Kau memberi kami hidup yang baru bersama-Mu.
Di Hari Jumat Agung ini biarlah kami merenungkan karya penebusan Putera-Mu di kayu salib. Suatu Mahakarya nan Agung, yang sangat penting bagi kami.
Engkau yang tidak menyayangkan Anak-Mu sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kami semua, bagaimanakah mungkin Engkau tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kami bersama-sama dengan Kristus?
Terima kasih Tuhan, Engkau selalu ada di setiap musim hidup kami, dan Engkau selalu memberkati kami jauh melampaui apa yang dapat kami pikirkan dan doakan, terpujilah nama-Mu, nama yang indah tiada tara, dan kami berdoa hanya didalam nama-Mu, Yesus Kristus yang telah memberi hidup bagi kami.
Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang masa. Amin.
Demikianlah Renungan Hari Jumat 29 Maret 2024, semoga bermanfaat.
Baca Juga Injil, Renungan dan Santo Santa THEKATOLIK.COM Lainnya di Google News