Renungan Hari Senin 7 Oktober 2024
Renungan Hari Senin 7 Oktober 2024
Bapak, Ibu dan Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, Pada Renungan Harian Senin 7 Oktober2024. Dalam Bacaan Injil Lukas 10:25-37 hari ini mengisahkan tentang “Siapakah sesamaku?”
Zaman sekarang banyak barang berkualitas yang dipalsukan. Barang-barang imitasi ini tampaknya sama dengan yang asli, tetapi jelas kualitasnya sangat berbeda dan murahan. Kalau kantong pas-pasan, namun hendak tampil gaya boleh-boleh saja memakai yang tiruan karena semua itu benda-benda lahiriah. Namun, kalau kebenaran yang dipalsukan, akibatnya bisa fatal.
Dalam pembukaan surat ini, Paulus menegaskan sendi-sendi Injil yang sejati. Pertama, kematian dan kebangkitan Yesus (ayat 1). Kedua, sebab dan tujuan kematian Yesus (ayat 3-4). Sebab: “karena dosa-dosa kita.”
Tujuan: “untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini.” Ketiga, kematian Yesus dan tujuannya berakar dalam kehendak Allah. Demi Injil yang sejati itulah Paulus ditetapkan sebagai rasul oleh Allah dan Putra-Nya, baik untuk memberitakannya kepada bangsa-bangsa nonyahudi, maupun untuk mempertahankan kemurniannya. Itu sebabnya ia bereaksi keras terhadap pemalsuan Injil, yang disebutnya “injil lain, yang sebenarnya bukan Injil” (ayat 6-7).
Rupanya ada orang yang bermaksud mengacaukan jemaat di Galatia. Untuk menjadi Kristen, kata mereka, tidak cukup hanya menerima Injil dan percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi harus juga melaksanakan tuntutan-tuntutan Taurat seperti halnya orang Yahudi. Bagi Paulus, memalsukan Injil seperti itu adalah penyesatan yang akan membinasakan iman sejati. Maka dengan keras Paulus menyatakan penyesat-penyesat itu sebagai “terkutuk” (ayat 8, 9).
Seperti orang memakai perhiasan imitasi untuk bergaya, demikian orang tertarik untuk menerima injil palsu supaya bisa bergaya saleh, suci, dan lebih rohani daripada orang lain. Tujuannya jelas supaya diterima oleh manusia dan bukan oleh Allah (ayat 10). Orang yang mengandalkan injil palsu akan binasa olehnya. Jadi, jangan biarkan diri disesatkan olehnya.
Camkan
Injil sejati membawa pembebasan sempurna. Injil palsu membelenggu orang semakin kuat dalam kedagingan sampai ia binasa!
Mazmur, Menilai dan mensyukuri keadaan.
Setiap manusia memiliki kemampuan melihat dan menanggapi peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Reaksi atau Respons tersebut seringkali berupa lontaran kata-kata kesal, keluh-kesah, atau cercaan. Sedikit sekali ucapan syukur bagi Allah. Pemazmur yang berasal dari zaman setelah Yehuda kembali dari Babilonia menilai bahwa semua peristiwa yang terjadi atas bangsanya telah menunjukkan perbuatan Allah.
Perbuatan-Nya yang agung, ajaib, benar dan adil (ay. 3, 4, 7, 8) sepatutnyalah disyukuri. Allah tidak pernah melupakan janji-Nya kepada nenek moyang bangsa Yehuda, Abraham (ay. 5). Bahkan ketika Yehuda gagal setia, Allah tetap setia dan membebaskan Yehuda dari perbudakan Babel (ay. 9). Semua itu menghantarnya untuk bersyukur.
Bersyukur karena takut akan Tuhan. Ucapan pujian dan syukur bagi Allah keluar dari setiap mulut manusia yang memiliki hati yang takut akan Tuhan. Itulah sebabnya, setiap Kristen selayaknya menjadikan pemuji kebesaran Allah dalam setiap situasi.
Ucapan pemazmur, “Aku mau bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaat” (ay. 1) memotivasi Kristen untuk merenungkan pekerjaan Tuhan setiap hari dalam hidup ini. Motivasi ini akan mendorong orang Kristen untuk lebih sering memuji nama Tuhan di setiap saat dan tempat.
Injil hari ini, Hidup kekal dan kepedulian.
Ahli Taurat itu mengajukan pertanyaan yang luar biasa penting kepada Yesus tentang bagaimana orang dapat mewarisi hidup kekal. Sayang ia bertanya dengan motivasi salah dan praanggapan keliru.
Ia bertanya bukan karena ia sungguh sedang menggumuli pertanyaan itu tetapi karena ia ingin mencobai Yesus (ayat 25). Ia tidak sedang mencari jawaban sebab ia sudah punya praanggapan bahwa orang dapat mewarisi hidup kekal melalui perbuatan membenarkan diri (ayat 25,29).
Terasakah oleh Anda betapa mengejutkan jawaban Yesus? Dengan mengacu kepada sari Taurat (Ul 6:5), Yesus ingin menyadarkan dia bahwa hidup kekal bukan masalah warisan tetapi masalah hubungan.
Faktor intinya bukan perbuatan tetapi kondisi hati. Kasih Allah yang telah mengaruniakan hidup dengan menciptakan manusia dan memberikan hukum-hukum-Nya, patut disambut dengan hati penuh syukur dan kasih di pihak manusia.
Mungkinkah orang mengalami kasih Allah dan hidup dalam kasih yang riil kepada-Nya namun hatinya tertutup terhadap rintih tangis sesamanya? Tidak, sebab kasih kepada Allah pasti akan mengalir dalam kasih kepada sesama.
Namun, siapakah sesama yang harus kita kasihi itu? Itu menjadi pertanyaan berikut si ahli Taurat kepada Yesus. Lalu, lahirlah jawab menakjubkan dari Yesus tentang perumpamaan orang Samaria yang baik.
Pertama, orang-orang yang dalam praanggapan si ahli Taurat pasti akan berbuat benar, ternyata tidak.
Kedua, orang yang dalam praanggapan si ahli Taurat pasti salah, ternyata berbuat benar sebab memiliki kasih.
Ketiga, ahli Taurat itu seharusnya tidak bertanya siapakah sesamanya tetapi bertanya apakah ia sedang menjadi sesama bagi orang lain.
Renungkan
Untuk dilakukan: Orang yang mempraktikkan kasih seluas kasih Allah menunjukkan bahwa ia memiliki hubungan dengan Allah dan hidup kekal. Sikap dan tindakan apa yang harus kutumbuhkan agar aku menjadi sesama bagi orang-orang di sekitarku?
Doa Penutup
Tuhan Yesus, semoga kasih-Mu menjadi fondasi kehidupanku. Tunjukkanlah kepadaku di mana aku tidak memiliki bela-rasa terhadap sesamaku.
Tolonglah aku untuk senantiasa bermurah-hati dalam memberi kepada orang-orang lain apa saja yang Kau telah berikan kepadaku dengan penuh kemurahan hati. Amin.
Demikianlah Renungan Hari Senin 7 Oktober 2024, semoga bermanfaat.
Baca Juga Injil, Renungan dan Santo Santa THEKATOLIK.COM Lainnya di Google News